Sabtu, 18 Januari 2014

kepedulian sosial



KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
           
Syukur  Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan. Hanya dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita  Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
            Dengan pertolongan Allah dan usaha yang sungguh-sungguh penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul: “ Kepedulian Sosial”.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini, masih jauh dari bentuk kesempurnaan.Untuk itu penulis penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menjadi motivasi.
            Semoga menjadi setitik manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang luas.Selain itu semoga makalah ini menjadi amal ibadah yang ditempatkan di sisi Allah SWT.






BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia itu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun  terkadang hati manusia terbesit rasa sombong dan terlalu membanggakan diri sehingga ia lupa akan dirinya sendiri, siapa dia dan untuk apa dia hidup.
      Dalam hidup bermasyarakat perlu adanya kepedulian antara manusia satu dengan manusia lainnya.Rasulullah pun mengajak umatnya untuk peduli kepada sesama makhluk Allah, dan saling bergotong-royong untuk saling membantu. Dan meringankan penderitaan orang lain sangat dianjurkan untuk umat Rasulullah.

B.     TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Hadist yang diberikan oleh dosen mata kuliah.Juga supaya kita semua mengetahui dan mengerti tentang betapa pentingnya peduli terhadap sesama umat manusia. Dengan judul yang ada yaitu: “Kepedulian Sosial”. Semoga kita bisa mengambil inti dan manfaatnya dari materi yang tertera didalam makalah ini.

C.     PENUTUP





BAB II
KEPEDULIAN SOSIAL

A.      Pengertian Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah rasa ingin membantu kepada sesama manusia baik dalam bentuk materi maupun bantuan tenaga. Tujuan peduli dengan orang lain adalah untuk meringankan kesusahan atau kesulitan orang lain agar orang tersebut dimudahkan dalam segala kesulitannya. Seperti yang telah dibahas dalam hadist di bawah ini.
A.    MEMPERHATIKAN KESULITAN ORANG LAIN
a.       Hadist memperhatikan kesulitan orang lain

عن أبى هريرة ر.ع. قال : قال رسول الله ص. م : من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ومن يسرعلى معسريسرالله عليه فى الدنيا والاخرة ومن ستر مسلما ستره الله فى الدنيا و الاخرة والله فى عون العبد ما كا ن العبد فى عون أخيه. {رواه مسلم}
Artinya:
“Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, maka niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa member kelonggaran kepada seseorang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan di akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aib dia di dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong saudaranya”.[1]
b.      Tinjauan Bahasa atau Mufrodat:
Melepaskan                             : نفس
Kesusahan                               :  كربة
Kelonggaran                            :يسر
Orang yang ditimpa musibah  :معسر
Menutupi                                 :ستر
Menolong                                :عون

c.       Penjelasan Hadist
Hadist di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan.

1.        Melepaskan berbagai kesusahan orang mukmin
Melepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahan yang sedang diderita oleh saudaranya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin, sedangkan ia termasuk orang yang berkecukupan atau kaya, ia harus berusaha menolongnya dengan cara memberikan pekerjaan atau memberikan bantuan sesuai kemampuannya. Jika saudara sakit, ia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan dokter atau memberikan bantuan alakadarnya guna meringankan biaya pengobatannya. Atau jika saudara dililit hutang, ia berusaha untuk mencarikan jalan keluar, baik dengan memberikan bantuan agar utangnya cepat dilunasi, maupun sekedar memberikan arahan-arahan yang akan membantu saudaranya dalam mengatasi utangnya tersebut.[2]
            Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT. yang sangat disukai oleh-Nya dan Allah SWT. pun akan memberikan pertolongan-Nya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Muhammad ayat 7, yang berbunyi:
ان تنصروا الله ينصركم ........................ { محمد : 7}
Artinya:
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah pun akan menolong kamu semua……….”
(Q.S. Muhammad: 7)
            Begitu pula yang membentu kaum muslimin agar terlepas dari berbagai cobaan dan bahaya, ia akan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah SWT dan Allah SWT pun akan melepaskan dari berbagai kesusahan yang akan dihadapinya, baik di dunia maupun kelak di akhirat, pada hari ketika harta benda, anak, maupun benda-benda yang selama ini dibanggakan di dunia tidak lagi bermanfaat. Pada waktu itu hanya pertolongan Allah saja yang akan menyelamatkan manusia.
            Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesama orang mukmin karena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkan.


2.        Memberi Lebih Baik Daripada Meminta
حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما : ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وهوعلى المنبر وهويدكر الصدقة والتعفف عن المسألة اليد العليا خير من اليد السفلى واليد العليا المنفقة والسفلى السا ئلة.
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia telah berkata: “Sesungguhnya Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri di atas mimbar. Beliau membicarakan tentang sedekah dan menjaga diri dari meminta-minta. Beliau bersabda: “Tangan yang berada di atas lebih baik daripada tangan yang berada di bawah. Tangan yang berada di atas adalah yang memberi, sedangkan tangan yang berada di bawah adalah tangan yang meminta”.
a.       Mufrodat
Mimbar                        : المنبر
Menjaga diri                : التعفف
Meminta-minta            : المسألة
Tangan                                    : اليد
Di atas                         : العليا
Di bawah                     : السفلى
Memberi nafkah          : المنفقة
Yang meminta             : السائلة
b.      Penjelasan
            Hadist di atas menerangkan tentang keutamaan bersedekah.Orang yang suka bersedekah adalah lebih baik dari daripada orang yang suka meminta-minta. Akan lebih baik lagi orang kaya yang dermawan, dan akan lebih jelek lagi orang kaya yang bakhil. Dan hendaklah sedekah dimulai dengan memberikan sesuatu kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya, bukan kepada orang lain. Sebab meminta-minta adalah dilarang agama, sehingga jangan sampai orang yang menjadi tanggung jawabnya datang meminta-minta. Dan tolong-menolonglah antara sesama muslim.[3]
3.        Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya menolong saudaranya
Jika ditelaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada saudaranya, pada hakekatnya adalah menolong dirinya sendiri.Maka orang yang suka menolong orang lain, misalnya dengan memberikan bantuan materi, hendaknya tidak merasa khawatir bahwa ia akan jatuh miskin atau ditimpa kesusahan. Yang paling penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’, seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain adalah tidak mengharapkan pamrih tertentu dari orang yang ditolong, melainkan ikhlas hanya karena semata-mata didasari rasa iman dan ingin mendapatkan ridha-Nya.
Beberapa syari’at Islam, seperti zakat fitrah, antara lain dimaksud untuk memupuk jiwa kepedulian terhadap sesame mukmin yang berada dalam kemiskinan. Sebagaimana dinyatakan dalam hadist:

فرض رسول الله ص.م. زكاة الفطرطهرة للصا ئم من اللغووالرفث وطعمة للمساكين. { رواه أبوداود}
Artinya:
Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih untuk orang yang shaum dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik dan sebagai jamuan bagi orang miskin”
(H.R. Abu Dawud)
            Orang yang memiliki kedudukan atau harta yang melebihi orang lain, hendaknya tidak menjadikannya sombong atau tinggi hati serta tidak mau menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongannya. Pada hakekatnya, Allah SWT menjadikan adanya perbedaan seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi, saling membantu, dan saling menolong satu sama lain.[4]
B.     MERINGANKAN PENDERITAAN DAN BEBAN ORANG LAIN

عن عبد ابن عمر رضى الله عنهما قال : قال رسول الله ص.م.: المسلم اخوالمسلم لا يظلمه ولايسلمه ومن كان فى حاجة اخيه كان الله فى حاجته ومن فرج عن مسلم كربة من كرب يوم القيامة ومن ستر مسلم ستره الله  يوم القيامة. { رواه البخارى ومسلم و أبوداودوالنسائ والترمزى. وقال: حسن صحيح }
Abdullah ibn Umar r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim adalah saudaranya muslim (yang lain), dia tidak menganiaya dan menyerahkan saudaranya. Barang siapa memenuhi saudaranya, Allah memenuhi kebutuhannya. Barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah menutup aibnya di dunia maupun di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong saudaranya”.
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I, dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi: hadist di atas adalah hasan sahih)
a.       Mufrodat
Saudara                       : اخ atau اخو
Kebutuhan                  : حاجة
Melepaskan                 : فرج
b.      Menutupi aib seorang mukmin
Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya.Ia harus berusaha menjaga rahasia saudaranya. Apalagi jika ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aib atau rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang telah dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, berarti ia telah menolong orang lain dalam kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Perbuatan seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam islam. Sebagaimana firman Allah:

.... ولاتعاونوا على الاثم والعدوان .... { الما ئدة : 2 }

Artinya:
“….. janganlah kamu saling menolong dalam dosa dan permusuhan….” (Q.S. Al-Maidah: 2)
            Dengan demikian, jika melihat seseorang akan melakukan kejahatan atau dosa, setiap mukmin harus berusaha untuk mencegahnya dan menasehatinya. Jika orang tersebut sudah terlanjur melakukan perbuatan dosa, suruhlah untuk bertobat karena Allah SWT maha Pengampun dan Maha Penerima taubat.[5]













PENUTUP
KESIMPULAN
           
Dalam Islam, manusia tidak bisa hidup seorang diri karena manusia mempunyai sifat bersosialisasi di dalam masyarakat. Sesama muslim harus saling membantu dan menolong dalam kesulitan agar selalu memperhatikan kesusahan-kesusahan saudara-saudaranya.
            Membantu bukan berarti orang tersebut harus babak belur didalam menyelesaikan masalah, membantu dalam arti semampu kita dan sebisa kita dalam menolong sesama saudara-saudara kita.Karena membantu tidak memiliki sifat memaksa melainkan hanya karena semata-mata mencari keridhoan Allah.Dan menolong dalam penderitaan seseorang sangat dianjurkan dengan hati yang ikhlas tanpa mengharapkan pamrih dari orang yang dibantu.










Daftar Pustaka

Prof. Dr. H. Syafe’I, Rachmat M.A (2000). Al-Hadist.Bandung; Pustaka Setia.
KH. Mahali, Ahmad Mudjab (2004).Hadist-hadist Muttafaq ‘alaih.Jakarta; Prenada Media.
Hajar asqolani, Ahmad ibn.Bulughul Marom.




[1] Al-Hafizh bin Hajar al-‘asqolani, Bulughul Marom, hal. 299
[2]Prof. DR. H. Rachmat Syafe’I M.A, Al-Hadist, (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hal. 252-253
[3]KH.Ahmad Mudjab Mahali, Hadist-hadist Muttafaq ‘Alaih, (Jakarta; Prenada Media, 2004), Cet IV, hal. 496
[4]Prof. DR. H. Rachmat Syafe’I M.A, Al-Hadist, (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hal. 255
[5] Op. Cit, hal 254